CIKARANG PUSAT – jmpdnews.com – Viral Tiga elemen masyarakat Kabupaten Bekasi yang tergabung dalam Forum Masyarakat Anti Korupsi (Formasi), melaporkan dugaan jual beli proyek Pokok Pikiran (Pokpir) DPRD Kab Bekasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Laporan tersebut diterima langsung oleh Bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK pada Jumat (11/04/2025) sekira pukul 15.37 WIB.
“Betul kami telah melaporkan dugaan jual beli proyek Pokir dewan (DPRD) Kab Bekasi itu ke Dumas KPK hari ini,” ungkap Koordinator Formasi, Mat Atin di lansir dari Bekasiekspres.com.Mat Atin yang biasa dipanggil Ujo menjelaskan, Formasi telah melampirkan data dan bukti lengkap dugaan jual beli proyek Pokpir DPRD Kabupaten Bekasi saat laporan tadi.
“Proyek Pokir dewan yang anggarannya sekira ratusan miliar diduga diperjualbelikan kepada kontraktor, dan sejumlah kepala dinas disinyalir menjadi pengepulnya,” terang Ujo.Dikatakan Ujo, kolusi antara dewan dan dinas dalam proyek Pokir tersebut ditengarai untuk mengelebui bidikan hukum.“Mereka belajar dari kasus sebelumnya yang terjadi pada salah satu pimpinan DPRD Kabupaten Bekasi yang saat ini dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jawa Barat,” ujar Ujo.Modus praktik jual beli prpyek itu, papar Ujo, oknum kepala dinas menawarkan kepada kontraktor dengan komitmen fee 8 hingga 15 persen dari pagu proyek Pokir (gelo).
Apa itu Pokpir :
Pokok-pokok pikiran DPRD adalah hasil dari penyerapan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh anggota DPRD, misalnya lewat reses, kunjungan kerja, atau dialog publik. Aspirasi ini kemudian dirangkum menjadi Pokpir dan disampaikan ke pemerintah daerah sebagai bahan masukan dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Tujuan Pokpir:
- Mengakomodasi kebutuhan dan harapan masyarakat di wilayah pemilihan masing-masing anggota DPRD.
- Menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan dan anggaran pembangunan.
Prosesnya:
- Reses DPRD → Anggota DPRD turun ke dapil (daerah pemilihan) untuk menyerap aspirasi masyarakat.
- Penyusunan Pokok Pikiran → Aspirasi itu dirangkum jadi pokok-pokok pikiran.
- Input ke Sistem Perencanaan → Biasanya dimasukkan ke dalam sistem perencanaan pembangunan seperti e-planning atau SIPD.
- Musrenbang → Dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan bersama eksekutif.
Dasar hukum Pokok-Pokok Pikiran DPRD (Pokpir) secara eksplisit tidak disebut dalam satu undang-undang tunggal, tapi keberadaannya diakui dan diatur secara normatif dalam berbagai regulasi terkait perencanaan pembangunan daerah. Berikut adalah dasar-dasar hukumnya:
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
- Pasal 96 – 99 mengatur tugas dan wewenang DPRD, termasuk menyerap aspirasi masyarakat dan mengawasi kebijakan pemerintah daerah.
- Pokpir lahir dari fungsi aspirasi dan pengawasan tersebut.
- Permendagri Nomor 86 Tahun 2017
Tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian, dan Evaluasi Pembangunan Daerah
- Pasal 78 ayat (1): Pokok-pokok pikiran DPRD merupakan masukan DPRD berdasarkan hasil penjaringan aspirasi masyarakat.
- Pasal 178 – 180: Mengatur mekanisme input Pokpir ke dalam dokumen perencanaan daerah (RKPD).
Permendagri ini jadi acuan utama dalam implementasi teknis Pokpir.
- Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD)
- SIPD adalah sistem nasional milik Kemendagri.
- Di dalamnya ada fitur untuk input Pokpir oleh DPRD, sebagai bentuk transparansi dan integrasi dengan perencanaan eksekutif.
- Peraturan Daerah atau Tata Tertib DPRD
- Biasanya diatur juga dalam Tata Tertib DPRD masing-masing daerah.
- Tatib itu memberi dasar internal bagaimana DPRD menampung dan mengelola Pokpir.
Kesimpulan :
Pokpir bukan program siluman, tapi bagian dari sistem resmi perencanaan pembangunan daerah, asal dijalankan sesuai aturan dan diawasi.Pokpir bisa menjadi celah korupsi, meskipun pada dasarnya tujuannya baik. Tapi tergantung bagaimana prosesnya dijalankan dan diawasi.
Gimana bisa jadi celah korupsi?
Korupsi dalam konteks Pokok Pikiran (Pokpir) biasanya terjadi lewat beberapa skema:
- “Titipan proyek”
Anggota DPRD memasukkan Pokpir yang sebenarnya bukan murni aspirasi rakyat, tapi pesanan dari pihak tertentu (misalnya kontraktor), dengan imbalan fee atau komisi.
- Main proyek
Beberapa oknum DPRD bisa “mengatur” siapa yang akan jadi pelaksana proyek dari Pokpir-nya. Jadi proyeknya diarahkan ke rekanan tertentu, dan mereka dapat bagian dari anggaran (fee proyek).
- Mark-up anggaran
Pokpir bisa diisi dengan proyek yang sebetulnya anggarannya terlalu besar dari yang dibutuhkan (mark-up), dan selisihnya dibagi-bagi.
- Proyek fiktif
Kadang ada usulan Pokpir yang disetujui dan dianggarkan, tapi realisasinya tidak ada. Anggarannya tetap cair, tapi tidak ada kegiatan riil.
Penulis : Redaksi
Editor : Arjuna
Sumber Berita : bekasiekpres.com dan dari berbagai sumber