Korupsi di mulai Sejak Merencanakan Tata Ruang hingga Cuci Uang

- Redaksi

Sabtu, 3 Mei 2025 - 15:48 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta – jmpdnews.com – Korupsi di perkotaan begitu dekat dengan keseharian kita. Tanpa disadari, publik dibiasakan dengan praktik izin siluman oleh pihak tertentu yang tak jarang berlindung di balik kedok penguasa, preman lokal, atau pamong kelurahan dan aparat pemerintah daerah. Bukan rahasia pula jika terjadi kongkalikong di antara mereka. Ruang publik, seperti trotoar, taman kota, dan bahu jalan, jamak disewakan untuk berbagai keperluan selain kepentingan umum. Praktik yang terang benderang.

Saat bergerak dari satu titik ke titik lain, acap kali melihat lampu penerangan jalan umum mati atau tidak tersedia merata. Padahal, setiap pelanggan layanan listrik negara dipungut pajak rutin untuk pendanaannya. Lalu, trotoar jalan yang dibangun menggunakan pajak, yang dengan begitu cepat dan mudahnya dijadikan lahan komersial, dikapling-kapling, menjadikan para pejalan kaki justru seakan pihak yang bersalah saat melintasinya.

Kondisi jalanan pun banyak yang tak ideal: ada yang tanpa bahu jalan, saluran air, aspal atau lapisan beton mengelupas, dan truk bongsor dibiarkan lalu lalang di jalan kecil. Padahal, setiap tahun selalu ada anggaran untuk pembangunan juga perawatan jalan. Kutipan liar di tengah jalan oleh petugas berseragam ataupun tak berseragam pun masih ditemukan berlaku untuk pengemudi angkutan barang, angkutan umum, dan kendaraan pribadi.

Ditelisik lebih jauh, kita dapat dengan mudah membuka memori masing-masing atas yang terjadi di sekitar atau bahkan yang menimpa tempat hidup diri dan keluarga. Pun tentang bagaimana kawasan hijau, hunian padat, lahan makam, sekolah, bahkan tepian dan badan sungai yang kemudian menjadi pusat perbelanjaan hingga area bisnis premium lainnya.

Belum lagi urusan remeh-temeh lain yang membuat warga harus membayar sejumlah uang untuk urusan layanan publik yang seharusnya gratis.

Namun, benarkah itu semua termasuk korupsi?

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bank Dunia, hingga beberapa badan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memiliki definisi terkait korupsi. Secara garis besar, semuanya sepakat bahwa korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan wewenang penyelenggara negara di berbagai tingkat untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

Korupsi dapat terjadi ketika ada orang atau pihak yang menjanjikan, menawarkan, atau memberikan kepada pejabat publik atau sebaliknya pejabat publik yang meminta sesuatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, demi keuntungan yang tidak semestinya, baik untuk dirinya sendiri maupun orang atau badan lain, agar pejabat tersebut bertindak atau tidak bertindak dalam menjalankan tugas resminya.

Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengelompokkan korupsi ke dalam tujuh jenis utama. Rinciannya adalah kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan barang ataupun jasa, dan gratifikasi.

Baca Juga :  Jokowi Masuk Daftar Pemimpin Paling Korup

Kofi Annan, Sekretaris Jenderal PBB periode 1997-2006, pernah mengatakan bahwa korupsi adalah wabah mengerikan yang merusak masyarakat. Korupsi menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia, merusak pasar, mengikis kualitas hidup, dan memunculkan kejahatan terorganisasi, terorisme, serta ancaman lainnya bagi kehidupan manusia.

Tata ruang menjadi tata uang

Kota-kota yang terus tumbuh membesar, munculnya kawasan urban baru, telah memberi warna dominan di segala penjuru dunia. Kota tempat uang berputar dan mengendap telah menjadi pusat korupsi. Fenomena ini menjadi ironi karena di kota-kotalah selama ini pelayanan publik menemukan terobosan bentuk-bentuk barunya demi memenuhi kebutuhan konsentrasi miliaran warga.

Apa yang dikatakan Kofi Annan adalah kenyataan pahit yang kini mewujud secara masif di perkotaan. Jurang ketimpangan terkait akses terhadap fasilitas dan sarana prasarana publik menganga kian lebar akibat korupsi.

Kita dapat melihat Tanah Air kita, juga Jakarta sebagai kota utamanya. Indonesia masih tergolong negara dengan tingkat korupsi tinggi, demikian juga dengan Jakarta yang masuk jajaran provinsi dengan kasus korupsi terdepan.

Hampir 80 tahun sejak negeri ini merdeka, jaringan air bersih belum tersedia untuk seluruh warga Jakarta. Fasilitas publik lain, mulai dari layanan kesehatan sampai sekolah, Jakarta masih kalah dibandingkan kota utama lain terdekat, seperti Kuala Lumpur, apalagi Singapura. Untuk sebagian besar kota lain di Indonesia, kondisinya lebih buruk lagi.

Namun, tidak dimungkiri bahwa ada sisi kemajuan kota seperti di Jakarta terbilang luar biasa. Coba lihat sebaran gedung tinggi di jantung kota dengan berbagai fasilitasnya, tingginya harga properti di kawasan-kawasan yang berstatus premium di Jakarta ataupun kota sekitarnya yang juga menjadi tren di kawasan urban lain di Indonesia.

Di sisi lain, kantong kemiskinan berupa hunian padat dan kumuh masih awet terjaga keberadaannya. Siapa pun yang berkantong pas-pasan tidak akan bisa mengakses hunian layak.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Trends in urban corruption and how they shape urban spaces” yang dipublikasikan oleh Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) tahun 2020 menjelaskan tentang dunia yang mengota, dan banyak negara kesulitan memenuhi kebutuhan populasi urbanis yang terus tumbuh pesat serta kaitannya dengan suburnya praktik korupsi perkotaan.

Laporan yang didukung German Federal Ministry of Economic Cooperation and Development itu mengingatkan, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB 11 (SDG 11) adalah menjadikan kota dan permukiman manusia inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan dengan menyediakan perumahan yang memadai, aman, dan terjangkau.

Baca Juga :  Mungkinkah PJ Bupati Dedi Supriyadi Copot Reza ?

Pada saat yang sama, real estat telah menjadi tempat penyimpanan kekayaan global terbesar. Nilai real estat global hampir 60 persen dari nilai semua aset global, yang mana real estat perumahan mencakup 75 persennya.

Penguasaan real estat itu berada di tangan segelintir elite pengusaha yang diyakini bisa langgeng berkat ”kerja sama” dengan elite penguasa. Mereka berkolaborasi sehingga harga lahan dan properti di perkotaan meroket, terutama di kawasan yang dikuasainya. Selanjutnya bisa ditebak, kawasan itu dibesut menjadi area bisnis utama. Di kawasan itu, berbagai fasilitas bintang lima tersedia, tentu dengan harga yang juga melebihi kemampuan warga kebanyakan.

Wilayah di sekitar area utama itu memang disentuh pembangunan oleh pemerintah, tetapi berjalan amat lambat. Perbaikan layanan publik pun mungkin akan terjadi di wilayah tersebut, tetapi memakan waktu bertahun-tahun dengan berbagai dalih, seperti minimnya anggaran negara atau daerah.

”Main mata” penguasa real estat dan elite penyelenggara negara mewujud sejak proses perencanaan perkotaan. Aturan tata ruang wilayah yang memungkinkan ditinjau dan berubah setiap beberapa tahun sekali menjadi celah bagi pihak tertentu untuk memersuasi penentu kebijakan mengubah peruntukan lahan. Rencana tata ruang pun memiliki pelesetannya sendiri, yaitu rencana tata uang.

Apa yang terjadi di tingkat elite itu direplikasi para pengelola negara dan daerah di berbagai lapisan, sampai ke kelurahan, desa, RT, ataupun RW. Tak heran jika penyelewengan penggunaan ruang dan uang publik terjadi di semua lini.

Faktanya, kawasan urban dengan status kota global, kota pusat keuangan dunia yang juga kota pusat terobosan teknologi hingga perubahan atas nama kepentingan publik, di negara supermaju pun ternyata tak terbebas dari praktik korupsi urban tersebut.

Transparency International pada 2016 melabeli London di Inggris sebagai rumah nomor satu bagi hasil korupsi di dunia. London dan banyak kota utama yang masuk jajaran top teratas kota global lainnya, seperti laporan GIZ, menjadi pusat pencucian uang dari hasil korupsi dan kejahatan oleh organisasi kriminal. Kota-kota itu, di antaranya Dubai di Uni Emirat Arab dan Berlin di Jerman.

Pencucian uang di antaranya dilakukan lewat pasar real estat perkotaan yang tidak lagi menganggap perumahan sebagai barang sosial, tetapi sebagai komoditas dan aset investasi. Praktik yang terus menyuburkan ketimpangan.

Fenomena di kota-kota di berbagai belahan bumi itu memicu tantangan krusial bagi pembangunan perkotaan berkelanjutan di seluruh dunia. Apakah Indonesia dengan kota-kotanya, termasuk Jakarta, turut terpapar hal yang sama? Dengan melihat dan merasakannya langsung, tanpa diucapkan pun kita sepertinya tahu jawabannya.Oleh Neli Triana

Penulis : Redaksi

Editor : Arjuna

Sumber Berita : Kompas .id

Berita Terkait

Di Duga Dana Umat (Baznas) Jabar Rp.9,8 M Menguap Pelapor Malah di Jerat Pidana
Bupati Bekasi : Rotasi Mutasi Mengedepankan prinsip meritokrasi dan prosedur administrasi..
Mengapa Presiden Prabowo menyinggung soal RUU Perampasan Aset Saat Hari Buruh?
POKPIR DPRD Bisa jadi celah Korupsi jika Tidak Di awasi ? fee 15 %
KPK Maju Kena Mundur Kena
Jokowi Masuk Daftar Pemimpin Paling Korup
Mungkinkah PJ Bupati Dedi Supriyadi Copot Reza ?
COPOT Reza Karena Melabrak Regulasi dan Dugaan Penyalahgunaan Kewenangan.
Berita ini 7 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 2 Juni 2025 - 07:27 WIB

Di Duga Dana Umat (Baznas) Jabar Rp.9,8 M Menguap Pelapor Malah di Jerat Pidana

Jumat, 23 Mei 2025 - 16:10 WIB

Bupati Bekasi : Rotasi Mutasi Mengedepankan prinsip meritokrasi dan prosedur administrasi..

Minggu, 4 Mei 2025 - 16:10 WIB

Mengapa Presiden Prabowo menyinggung soal RUU Perampasan Aset Saat Hari Buruh?

Sabtu, 3 Mei 2025 - 15:48 WIB

Korupsi di mulai Sejak Merencanakan Tata Ruang hingga Cuci Uang

Minggu, 13 April 2025 - 10:12 WIB

POKPIR DPRD Bisa jadi celah Korupsi jika Tidak Di awasi ? fee 15 %

Minggu, 9 Februari 2025 - 06:09 WIB

KPK Maju Kena Mundur Kena

Rabu, 1 Januari 2025 - 17:18 WIB

Jokowi Masuk Daftar Pemimpin Paling Korup

Selasa, 24 Desember 2024 - 07:46 WIB

Mungkinkah PJ Bupati Dedi Supriyadi Copot Reza ?

Berita Terbaru

Pemerintahan

100 hari Kinerja Bupati Bekasi 81,4% Responden Puas

Selasa, 10 Jun 2025 - 17:26 WIB

{

Blog

Pendakwah Islam Yahya Waloni meninggal Dunia

Sabtu, 7 Jun 2025 - 05:52 WIB