
Bekasi – jmpdnews.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai memiliki peluang untuk memanggil Presiden ketujuh Republik Indonesia Joko Widodo, menyusul pemeriksaan terhadap dua menteri yang pernah menjabat di kabinetnya.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi periode 2019-2024 Nadiem Makarim serta Menteri Agama periode 2019-2024 Yaqut Cholil Qoumas dipanggil KPK pada Kamis, 7 Agustus 2025, untuk dimintai keterangan.
Ketua LSM KOMPI Ergat Bustomi menilai langkah pemanggilan presiden bukanlah hal yang tertutup kemungkinan, asalkan ada relevansi dengan perkara yang sedang diselidiki.
Ia menjelaskan bahwa jika suatu kebijakan yang menjadi objek penyidikan ternyata lahir dari instruksi presiden, penyidik perlu meneliti apakah instruksi tersebut selaras dengan ketentuan hukum yang berlaku atau tidak.
Ergat mencontohkan kasus tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu jemaah, di mana secara aturan seharusnya memerlukan persetujuan DPR, serta pembagian kuota yang diatur sebesar 92 persen untuk jemaah reguler dan 8 persen untuk jemaah khusus.
Menurutnya, publik berhak mengetahui apakah kebijakan itu murni inisiatif Menteri Agama atau ada pihak lain yang memberi perintah, sehingga proses hukum perlu memastikan alurnya secara jelas.
Ia menegaskan, KPK tidak boleh memiliki rasa sungkan terhadap siapa pun, termasuk mantan presiden, selama pihak yang dipanggil diyakini memiliki informasi atau keterangan penting terkait tindak pidana.
Penyidik, kata Ergat, berhak memanggil siapa saja demi kelengkapan berkas perkara dan memperjelas peristiwa pidana yang sedang ditangani, tanpa memandang status sosial maupun jabatan yang pernah disandang seseorang.
Dalam pemeriksaan hari yang sama, Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan rasa syukur karena dapat memberikan penjelasan langsung mengenai proses tambahan kuota haji 2024.
Sementara itu, Nadiem Makarim memilih tidak memberikan keterangan kepada wartawan dan meninggalkan gedung KPK setelah menjalani pemeriksaan selama lebih dari tiga jam. (RAM)