Cikarang – jmpdnews.com – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi meminta Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang menghentikan izin pembangunan perumahan. Saat ini, kata Dedi, di Bekasi sudah sangat banyak perumahan. “Sudah kebanyakan, sawah-sawahnya sudah ketutup rumah,” kata Dedi dalam video yang diunggah di media sosial dan dikonfirmasi ulang Kompas.com, Kamis (27/3/2025).
Akibat sawahnya hilang, lanjut dia, akhirnya orang-orang Bekasi tidak punya penghasilan harian. Mereka kemudian dagang menggunakan tempat apapun dan pinjam duit dari bank emok.
Pada kesempatan itu, gubernur dan bupati menyerahkan dana kompensasi kepada warga yang rumah dan warungnya dibongkar karena berada di daerah aliran sungai.
Pasca pembongkaran bangunan di daerah aliran sungai, kata Dedi, saat ini sungainya sudah mulai terbentuk. Normalisasi sungai akan terus dilakukan sampai dengan Kali CBL (Cikarang Bekasi Laut)
“Sampai indah, pohon-pohon harus bagus,” jelas Dedi Bupati Bekasi Ade Kuswara dalam video tersebut menjelaskan, saat ini normalisasi sungai dalam tahap pembersihan sampah. Setelah Lebaran, proses normalisasi kembali dilanjutkan. Dedi meminta Pemda Bekasi fokus pada normalisasi sungai secara bersama.
“Jangan lupa nanti ada pergeseran anggaran Kabupaten Bekasi,” ujar Dedi.
Dia kemudian bertanya kepada bupati, anggaran akan difokuskan untuk apa? “Membangun sarana prasarana jalan, jembatan, drainase, irigasi, puskesmas, rumah sakit, pendidikan, kesehatan, rutilahu,” beber Ade. Dedi kembali bertanya, total anggaran ada berapa? Ade menjawab, “Rp 8,3 triliun,” sebutnya.
Masalah perizinan perumahan di Bekasi telah menjadi perhatian utama karena berbagai dampak negatif yang ditimbulkannya, seperti banjir, sengketa lahan, dan konflik antara warga dan pengembang. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap permasalahan ini meliputi:
1. Proses Perizinan yang Lemah
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, Ridwan Arifin, menyoroti lemahnya pengawasan terhadap pengembang perumahan. Proses perizinan yang terlalu mudah, terutama untuk proyek di bawah 10 hektare yang hanya memerlukan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) tanpa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), menyebabkan perubahan bentang alam yang tidak terkendali dan sistem drainase yang diabaikan.
2. Alih Fungsi Lahan yang Tidak Terkendali
Pemerintah Kabupaten Bekasi mempertimbangkan moratorium izin perumahan untuk mengendalikan alih fungsi lahan yang berpotensi memperburuk banjir di kawasan perumahan baru. Regulasi baru berupa Peraturan Gubernur (Pergub) tengah disiapkan untuk mengatur lebih ketat pengembangan kawasan perumahan.
3. Sengketa Lahan dan Sertifikat Ganda
Kasus eksekusi Perumahan Cluster Setia Mekar Residence 2 di Tambun Selatan, Bekasi, menunjukkan adanya masalah sertifikat ganda yang menyebabkan warga kehilangan rumah meskipun memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM). Sertifikat ganda sering terjadi akibat penerbitan sertifikat baru di atas hak tanah yang sudah ada, jual beli tanah dengan dokumen bermasalah, dan perbedaan jalur sertifikasi tanah.
4. Konflik antara Warga dan Pengembang
Warga Perumahan Green Village di Bekasi menghadapi konflik dengan pengembang akibat terisolasi oleh pagar beton yang dibangun tanpa persetujuan mereka. Pemerintah Kota Bekasi turut digugat karena terlibat dalam perizinan klaster perumahan tersebut.
5. Banyaknya Bangunan Tanpa Izin
Data dari Dinas Tata Ruang Kota Bekasi menunjukkan bahwa sekitar 50 persen dari 800.000 rumah tinggal di Bekasi tidak memiliki izin resmi. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan penegakan regulasi dalam sektor perumahan.
Penulis : Redaksi
Editor : Team
Sumber Berita : cikarangnews.co.id