Dyah Pitaloka : Gadis Sunda yang Mati Demi Kehormatan

- Redaksi

Sabtu, 26 Juli 2025 - 11:59 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Cikarang – jmpdnews.com -Bayangkan seorang gadis muda, anggun, putri raja dari kerajaan Sunda Galuh. Namanya Dyah Pitaloka Citraresmi. Wajahnya cantik, perilakunya lembut, dan hatinya penuh harapan. Ia adalah putri kesayangan Prabu Maharaja Linggabuana.

Saat itu, kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk ingin memperkuat hubungan dengan Sunda. Maka datanglah sebuah lamaran Hayam Wuruk ingin menikahi Dyah Pitaloka. Sebuah kehormatan, pikir sang Raja Sunda. Maka ia berangkat ke Majapahit, bersama putri tercinta dan para bangsawan kerajaan, menuju Trowulan, pusat kejayaan Nusantara.

Namun, inilah awal tragedi itu.

Pengkhianatan di Balik Lamaran

Saat rombongan kerajaan Sunda tiba di Majapahit, mereka tak disambut layaknya tamu agung. Mereka dibiarkan menunggu di lapangan Bubat.

Baca Juga :  Nyai Subang Larang

Gajah Mada, mahapatih Majapahit, punya niat lain. Ia tidak ingin pernikahan ini jadi aliansi damai, tapi ingin menunjukkan kekuasaan Majapahit atas Sunda.

Menurut Gajah Mada, Dyah Pitaloka harus datang sebagai “upeti” tanda tunduk, bukan sebagai calon permaisuri yang setara.

Prabu Linggabuana murka. Ia menolak harga diri kerajaannya diinjak-injak.

Pertempuran di Lapangan Bubat

Tanpa senjata lengkap, tanpa pasukan besar, Raja Sunda memilih berperang. Lebih baik mati daripada tunduk tanpa kehormatan.

Terjadilah tragedi berdarah. Raja Linggabuana gugur. Para bangsawan Sunda habis dibantai.

Di tengah lapangan yang kini sunyi dan berlumuran darah, Dyah Pitaloka berdiri sendiri.

Baca Juga :  Menyelami Filosofi Avicenna Tentang Mental Jiwa yang Kuat, Hidupkan Kecerdasan Seseorang

Akhir Tragis Dyah Pitaloka

Melihat ayahnya gugur, bangsawannya tewas, dan kehormatannya diinjak oleh politik kekuasaan Dyah Pitaloka memilih mati. Ia melakukan “bela pati”, bunuh diri demi mempertahankan harga diri kerajaannya.

Warisan yang Abadi

Tragedi ini dikenal sebagai Perang Bubat luka sejarah yang membuat hubungan Sunda dan Majapahit membeku selama bertahun-tahun.

Dyah Pitaloka dikenang bukan hanya sebagai putri raja, tapi simbol kehormatan, kesetiaan, dan keberanian seorang wanita yang lebih memilih mati daripada menjadi alat politik.

“Bukan karena lemah ia gugur, tapi karena terlalu kuat menjaga harga diri.”

Penulis : Redaksi

Editor : Arjuna

Sumber Berita : FB

Berita Terkait

Menyelami Filosofi Avicenna Tentang Mental Jiwa yang Kuat, Hidupkan Kecerdasan Seseorang
William Shakespeare, Penyair Jenius di 4 Abad Lalu yang Karyanya Masih Hidup dan Dipentaskan Dunia
Nyai Subang Larang
Berita ini 5 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 12 Agustus 2025 - 02:59 WIB

Menyelami Filosofi Avicenna Tentang Mental Jiwa yang Kuat, Hidupkan Kecerdasan Seseorang

Selasa, 12 Agustus 2025 - 01:31 WIB

William Shakespeare, Penyair Jenius di 4 Abad Lalu yang Karyanya Masih Hidup dan Dipentaskan Dunia

Sabtu, 26 Juli 2025 - 11:59 WIB

Dyah Pitaloka : Gadis Sunda yang Mati Demi Kehormatan

Sabtu, 3 Mei 2025 - 18:46 WIB

Nyai Subang Larang

Berita Terbaru

Hukum & Politik

Direktur LBH Arjuna Sepakat Atas Pandangan KDM mengenai Korupsi.

Minggu, 24 Agu 2025 - 13:53 WIB