Caleg Kalah Pamor Dengan Capres Pemilu Di Usulkan Kembali Di Pisah

- Redaksi

Kamis, 27 Februari 2025 - 08:06 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta – jmpdnews.com – Pemisahan gelaran Pemilu Legislatif (Pileg) dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) menjadi salah satu usulan yang dibahas saat Komisi II DPR menggelar RDPU dengan para akademisi terkait evaluasi pemilihan serentak 2024.Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf menyoroti kompleksitas Pemilu serentak atau yang berlangsung bersamaan, terutama dalam konteks pemilihan legislatif dan presiden. Ia menilai pemilih memiliki beban karena harus memilih dari ratusan calon dalam satu waktu.

Ironisnya, kata dia, pemilih akan lebih terfokus pada gelaran Pilpres. Sehingga daya tarik caleg tak lagi ditangkap mata publik. “Bintangnya itu hanya capres. Yang caleg ini nggak ada yang jadi bintang, melempem semua,” ujar Dede saat rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2025).Dede juga mempertanyakan kemungkinan pemisahan pemilu nasional dan daerah. Ia mempertanyakan apakah sistem saat ini efektif atau justru perlu penyesuaian agar proses pemilihan lebih optimal dan tidak membebani pemilih serta penyelenggara pemilu.

Dia juga menyoroti kemungkinan jarak waktu antara pemilu dan pilkada yang ideal. Ia mengkaji skenario pemilu yang digelar pada 2029, diikuti pilkada dua tahun setelahnya pada 2031. “Apakah jaraknya harus dua tahun atau bisa lebih singkat agar masa jabatan tidak terlalu panjang?” tanyanya.

Baca Juga :  NGO DAN WARTAWAN SEBAGAI PASUKAN PERANG MODERN

Sebelumnya, pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini mengatakan pihaknya masih menemukan 7 masalah klasik dan berulang di gelaran Pilkada serentak 2024. Hal itu ia sampaikan saat Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi II DPR RI soal evaluasi pemilihan serentak nasional tahun 2024.Titi mengatakan, persoalan biaya politik yang tinggi masih terjadi di ruang-ruang gelap yang tidak kompatibel dengan akuntabilitas laporan dana kampanye pasangan calon (paslon).

“Kalau dilihat laporan dana kampanye paslon semua masuk akal, semua realistis, tapi Pilkada biaya tinggi selalu menjadi keluhan,” ujar Titi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2025).

Selain itu, praktik politik uang atau jual beli suara masih kerap terjadi. Bahkan, menurutnya praktik itu dikemas dengan kontrak politik berbasis privat. Yang mana transaksionalnya menyertakan angka-angka per pemilih dengan kemasan kontrak politik.Kemudian, soal politisasi dan ketidak netralan ASN dan Kepala Desa yang kemudian berdampak pada pemungutan suara ulang dan diskualifikasi calon.

Baca Juga :  Upacara Wisuda Purna Bhakti, Kapolres Cianjur Lepas 10 Purnawirawan Polri

“Juga keberpihakan dan penyalahgunaan wewenang oleh petahana. Ini masih terjadi dan juga penyelenggara negara dan daerah, khususnya ketika berkelindan dengan hubungan keluarga dan kekerabatan,” papar Titi.Masalah selanjutnya yakni sentralisasi rekomendasi pencalonan yang mewajibkan rekomendasi DPP. Menurut Titi, hal itu mengakibatkan problematika yaitu soal keluhannya praktik politik mahar, mahar politik, dan juga politik biaya tinggi.

Dalam Kesempatan FGD yang di gelar KPU Kabupaten Bekasi 24/2 adanya usulan agar Politik uang di Legalisasi saja dengan aturan yang ketat sehingga aspek pelanggaran dan sanksi bisa menjadi titik temu tidak seperti saat kemarin Politik uang marak tapi tidak ada satupun bisa di eksekusi oleh Badan pengawas pemilu ‘ ujar salah satu peserta.

 

Penulis : Redaksi

Editor : Arjuna

Sumber Berita : inilah.com

Berita Terkait

MUDIK 2025
TRAGEDI “DAR DER DOR” DI ANTARA SESAMA PEMEGANG SENJATA 
STNK Mati 2 Tahun Kendaraan Langsung Disita? Benarkah
Kejagung dan hakim punya metode yang berbeda menghitung kerugian negara dari tindak pidana korupsi. Ko bisa beda ?
Jangan Tunda Pengangangkatan CPNS Karena Anggaran
Kepala Desa Segara jaya Di Periksa Terkait Laut Tarumajaya
HPN Refresentasi Penegakan Demokrasi
Menteri Desa dan PDT Tidak Punya Pengalaman Di Desa Tapi Jadi Menteri TOP Survey Ada Apa ?
Berita ini 8 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 28 Maret 2025 - 08:44 WIB

MUDIK 2025

Kamis, 20 Maret 2025 - 15:38 WIB

TRAGEDI “DAR DER DOR” DI ANTARA SESAMA PEMEGANG SENJATA 

Rabu, 19 Maret 2025 - 17:20 WIB

STNK Mati 2 Tahun Kendaraan Langsung Disita? Benarkah

Rabu, 19 Maret 2025 - 17:10 WIB

Kejagung dan hakim punya metode yang berbeda menghitung kerugian negara dari tindak pidana korupsi. Ko bisa beda ?

Selasa, 11 Maret 2025 - 08:37 WIB

Jangan Tunda Pengangangkatan CPNS Karena Anggaran

Kamis, 27 Februari 2025 - 08:06 WIB

Caleg Kalah Pamor Dengan Capres Pemilu Di Usulkan Kembali Di Pisah

Jumat, 21 Februari 2025 - 09:49 WIB

Kepala Desa Segara jaya Di Periksa Terkait Laut Tarumajaya

Minggu, 9 Februari 2025 - 06:29 WIB

HPN Refresentasi Penegakan Demokrasi

Berita Terbaru

Teknologi

Smartphone Berubah Total, 6 Tren HP Jenis Baru

Selasa, 8 Apr 2025 - 09:54 WIB

Pemerintahan

KDM Diantara Krisis Kepemimpinan dan Harapan Publik

Senin, 7 Apr 2025 - 08:06 WIB

Pemerintahan

KDM Minta Bupati Bekasi Hentikan Izin Perumahan

Jumat, 28 Mar 2025 - 09:02 WIB

Nasional

MUDIK 2025

Jumat, 28 Mar 2025 - 08:44 WIB