Kenapa Retribusi Rawan Bocor di Banding Pajak ?

- Redaksi

Rabu, 28 Mei 2025 - 15:23 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Cikarang – jmpdnews.com – Pengertian Pajak: Iuran wajib kepada negara yang dibayarkan oleh individu atau badan usaha tanpa imbalan langsung, digunakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan sedangkan Retribusi: Pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah sebagai imbalan atas jasa atau izin tertentu yang diberikan kepada masyarakat.

Dasar Hukum Pajak: Diatur dalam undang-undang nasional, seperti UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sedangkan Retribusi: Diatur dalam peraturan daerah (Perda) berdasarkan UU Pemerintahan Daerah.

Pihak yang Memungut Pajak: Dipungut oleh pemerintah pusat atau daerah (tergantung jenis pajaknya, misalnya PPN dipungut pusat, sedangkan PBB dipungut daerah).sedangkan Retribusi: Hanya dipungut oleh pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota).

Imbalan atau Manfaat Pajak: Tidak ada imbalan langsung. Manfaatnya bersifat tidak langsung melalui pembangunan dan pelayanan umum.dan adapun Retribusi: Ada imbalan langsung. Contoh: retribusi parkir  Anda langsung dapat tempat parkir.

Pajak dan retribusi merupakan komponen penting dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD). Keduanya berkontribusi besar dalam meningkatkan kemandirian fiskal pemerintah daerah untuk membiayai pembangunan dan pelayanan publik.

Baca Juga :  Apa Perbedaan Dana Desa (DD) dan ADD (Alokasi Dana Desa)

Peluang kebocoran pendapatan lebih besar pada retribusi daerah dibandingkan pajak daerah. Hal ini sudah menjadi perhatian umum dalam tata kelola keuangan daerah.

Berikut ada 5 penjelasan kenapa retribusi lebih rawan bocor:

1.Sistem Pencatatan Manual atau Kurang Digital, Banyak pemungutan retribusi (misalnya parkir, pasar, terminal) belum dilakukan secara digital atau terintegrasi sistem elektronik.hal Ini membuka ruang manipulasi laporan, tidak menyetorkan semua penerimaan, atau pungutan liar (pungli).

2.Transaksi Tunaiyaitu Banyak retribusi masih dipungut secara tunai langsung di lapangan (oleh petugas pasar, petugas parkir, dll).Uang tunai sangat rawan diselewengkan sebelum disetor ke kas daerah.

3.Kurangnya Pengawasan dan Kontrolyang dimana Seringkali pengawasan terhadap pelaksanaan pemungutan retribusi tidak ketat atau tidak rutin diaudit.Pemerintah daerah juga kadang kekurangan SDM untuk mengawasi seluruh titik pemungutan.

4.Kerja Sama Pihak Ketiga Tidak Transparan Beberapa retribusi (contohnya retribusi parkir) dikelola pihak ketiga (swasta) dengan sistem bagi hasil.Jika kontraknya tidak transparan atau tidak diawasi dengan baik, hasil yang masuk ke kas daerah bisa jauh dari potensi riilnya.

Baca Juga :  Dilematika Bank Emok Di Antara Izin dan Kebutuhan Masyarakat

5.Potensi Pungutan Liar lebih Karena retribusi sering melibatkan pelayanan langsung ke masyarakat, oknum petugas bisa melakukan pungutan tidak resmi.Contoh: meminta biaya tambahan saat mengurus izin bangunan atau penggunaan fasilitas.

Contoh Kasus Nyata (umum terjadi): Retribusi parkir: Banyak pengguna membayar ke juru parkir, tapi tidak ada tiket resmi uang tidak masuk ke kas daerah.Retribusi pasar: Pedagang membayar harian, tapi jumlah yang disetor tidak sesuai data (pungli).

Memahami perbedaan ini penting agar kita dapat memenuhi kewajiban sebagai warga negara dengan tepat dan mengetahui hak serta manfaat yang dapat diperoleh dari setiap jenis pungutan.

Kesimpulan:

Ya, retribusi daerah lebih rawan bocor dibandingkan pajak daerah karena sifatnya yang lebih langsung, tunai, dan kurang terkontrol. Untuk meningkatkan PAD, perlu pembenahan sistem pemungutan retribusi agar lebih akuntabel dan transparan.

 

Penulis : Redaksi

Editor : Arjuna

Sumber Berita : dari berbagai sumber

Berita Terkait

Parkir Liar ratusan Milyar PAD lenyap
Besaran Efisensi APBD Kab Bekasi dalam 2 tahap Rp.724 M.
Dana Hibah Vertikal Rp 80 M Jomplang Dengan Anggaran Kesehatan Yang Minim
REVISI APBD 2025 dan Substansi Kepres No.1 Tahun 2025
Menteri Keuangan : Shampo dan Sabun Tidak Naik 12%
Bapenda Pertengahan Tahun Bagus akhir Tahun Mlehoy Ada Apa ?
Apa Perbedaan Dana Desa (DD) dan ADD (Alokasi Dana Desa)
Resiko Jika Pekerjaan APBD Belum Selesai di Kerjakan Tapi Kadung di Resmikan
Berita ini 63 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 28 Mei 2025 - 15:23 WIB

Kenapa Retribusi Rawan Bocor di Banding Pajak ?

Selasa, 13 Mei 2025 - 18:39 WIB

Parkir Liar ratusan Milyar PAD lenyap

Rabu, 7 Mei 2025 - 08:32 WIB

Besaran Efisensi APBD Kab Bekasi dalam 2 tahap Rp.724 M.

Rabu, 26 Februari 2025 - 11:20 WIB

Dana Hibah Vertikal Rp 80 M Jomplang Dengan Anggaran Kesehatan Yang Minim

Kamis, 30 Januari 2025 - 08:31 WIB

REVISI APBD 2025 dan Substansi Kepres No.1 Tahun 2025

Rabu, 1 Januari 2025 - 17:36 WIB

Menteri Keuangan : Shampo dan Sabun Tidak Naik 12%

Selasa, 31 Desember 2024 - 17:03 WIB

Bapenda Pertengahan Tahun Bagus akhir Tahun Mlehoy Ada Apa ?

Jumat, 27 Desember 2024 - 16:46 WIB

Apa Perbedaan Dana Desa (DD) dan ADD (Alokasi Dana Desa)

Berita Terbaru

Pemerintahan

100 hari Kinerja Bupati Bekasi 81,4% Responden Puas

Selasa, 10 Jun 2025 - 17:26 WIB

{

Blog

Pendakwah Islam Yahya Waloni meninggal Dunia

Sabtu, 7 Jun 2025 - 05:52 WIB