Cikarang – jmpdnews.com – PROFESOR Doktor Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthy ulama paling berpengaruh di negeri syam (Suriah) wafat dalam keadaan syahid pada 2013 saat beliau menggelar pengajian umum mingguan di masjid Iman, kota Damaskus. Fiqh Sirah adalah kitab karangan sang profesor yang menjadi mata pelajaran wajib di berbagai pesantren di Indonesia
Banyak kisah inspiratif dari sosok ulama keturunan Kurdi ini, satu diantaranya yaitu terkait “birru al waalidain” (berbakti kepada orang tua). Sekalipun bertahta sebagai Dekan Fakultas Syariah Universitas Damaskus, bertitel profesor, kitab-kitab karangannya jadi marja’ (referensi) dunia Islam, dan telah sukses mencetak intelektual muslim (baca; kyai) di belahan dunia namun Syeikh Al Buthy tetap teguh menjalani doktrin agama: “BERBAKTI KEPADA ORANG TUA”
Pada setiap hari Rabu Syeikh Al Buthy datang ke Lattakia, kota pelabuhan utama di Arab Suriah (Syria) yang berada di wilayah provinsi Lattakia (اللاذقية) untuk mengajar di Universitas Lattakia. Beliau baru akan kembali lagi ke ibu kota Damaskus pada Kamis sore.
Hari Rabu. Saat itu universitas Lattakia sedang menyelesaikan tahap akhir pembangunan perpustakaan kampus. Di sebuah ruangan tampak profesor Al Buthy sedang bercengkrama dengan ketua pelaksana proyek perpustakaan kampus tersebut. Tiba-tiba rektor universitas masuk ke ruangan lalu mengundang profesor Al Buthy dan “pimpro” perpustakaan untuk makan malam bersama. Pimpro langsung bilang: “baik, Pak Rektor” dengan penuh rasa terima kasih karena ngerasa diorangin oleh bosnya, pimpinannya. “Rektor top, bener-bener memanusiakan manusia….” gumam primpro dalam hati.
Gundam (rasa kagum) sang primpo baru seumur jagung, tiba-tiba dia dikagetkan dengan ucapan sopan profesor Al Buthy yang ingin meminta izin kepada ayahnya terlebih dahulu. Primpro dan rektor saling tatap, sama-sama terkejut, entah siapa yang lebih terkejut, primpo atau rektor. Meminta maaf (izin) dengan alasan lain akan tampak sangat normal. Akan tetapi, seorang guru besar senior di kampus yang usianya lima puluh tahun lebih, yang anak-anaknya kini telah menjadi mahasiwa di universitas tersebut (universitas Damaskus), untuk meminta izin kepada ayahnya untuk menghadiri undangan makan malam dan memperpanjang kunjungannya ke Lattakia dari Kamis malam hingga Jum’at pagi, ini merupakan sesuatu yang mengejutkan bagi pimpro dan rektor, sebagaimana ekspresi keheranan di wajah keduanya. Kendati demikian rektor universitas Lattakia buru-buru menyesuaikan mimik wajahnya dengan kelihaian diplomasi lalu berkata: “Primpro, bersama profesor Al Buthy silahkan ke ruanganku sehingga beliau bisa menelepon ayahnya di Damaskus”.
Kejutan belum berakhir. Profesor Al Buthy mengambil gagang telepon di ruangan rektor dan primpro mendengarnya berbicara kepada ayahnya di telepon, sambil mengucapkan kalimat yang coba primpro simpulkan; “Semoga kedamaian dan limpahan rahmat selalu menyertai ayahku. Rektor kampus mengundang saya dan profesor lainnya untuk makan malam di rumahnya besok malam. Dapatkah saya menghadiri perjamuan itu dan kembali ke Damaskus pada Jum’at pagi? Terimakasih, Ayah…Assalamu’alaikum.”
Profesor Al Buthy meletakkan gagang telepon dan pimpro berkata kepadanya dengan lembut: “Syukurlah, segalanya menjadi lebih mudah sekarang dan profesor bisa tetap tenang. Namun ternyata kejutan berikut menghampiri pimpro.
“Tidak. Aku bersumpah, aku tidak bisa!!! Ayahku tidak setuju…”
sulit membayangkan bagaimana ekspresi terkejut di wajah primpro, atau wajah sang rektor, ketika primpro menjelaskan menjelaskan kepadanya apa yang sebenarnya terjadi saat profesor Al Buthy menelepon ayahnya.
Gak ada diskusi. Gak ada dialog. Gak ada desakan, bahkan tidak ada sepatah kata permohonan atau upaya untuk menghalangi ayahnya dari pendapatnya. “Tidak” berarti “tidak” dan hanya itu. Ini yang disebut “bakti anak kepada orang tua,” kepada Enya dan babanya.” Ridha Allah Tergantung ridha Baba-Enya
*Penulis adalah Ketua Tim Pemenangan Ade Kuswara Kunang-Dr Asep Surya Atmaja utk Kelurahan Bahagia Kampung Santri Attaqwa Kh Noer Alie, Babelan di perhelatan Pilkada Bekasi 2024
*Penulis adalah Pengarang novel sejarah bertajuk:
“KOLONEL NOER ALIE_SISI LAIN ‘MACAN’ BEKASI (JaWaRa Press 2008)
Penulis : Redaksi
Editor : Arjuna
Sumber Berita : KH Muhtadi Muntaha